ProDaily, JAKARTA – Ombudsman Republik Indonesia mengimbau masyarakat agar tidak tergoda iming-iming investasi yang menawarkan imbal hasil atau bunga super tinggi yang melebihi ketentuan yang diatur Otoritas Jasa Keuangan (OJK) maupun Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Imbauan ini disampaikan Ombudsman menyikapi adanya kasus sejumlah orang yang tertipu oleh oknum mantan pegawai BTN yang viral beberapa hari lalu di media sosial.
“Kami imbau masyarakat untuk berhati-hati terhadap ajakan investasi yang menggiurkan. Yang jelas tawaran dengan bunga investasi yang sangat tinggi itu 99,9% terindikasi penipuan. Jadi lebih baik datang saja ke lembaga-lembaga keuangan setempat secara resmi dan menanyakannya langsung, jangan tergoda oleh ajakan-ajakan individu apalagi pertemuannya di luar kantor,” kata Anggota Ombudsman RI, Yeka Hendra Fatika usai menggelar pertemuan dengan pihak BTN, OJK, LPS dan Kementerian BUMN di Jakarta, Rabu (8/5).
Dari hasil konfirmasi dan penyelidikan awal yang dilakukan oleh Ombudsman RI bersama OJK, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), Kementerian BUMN dan Bank Tabungan Negara (BTN) diketahui bahwa perbankan sudah memberikan pernyataan bertanggung jawab untuk mengganti jika secara hukum bank dinyatakan bersalah dan harus menggantinya. Para korban menagih tanggung jawab kepada bank, sementara perbuatan ini dilakukan oleh oknum mantan pegawai bank yang saat ini sudah divonis oleh pengadilan dengan hukuman penjara.
“Dalam kasus ini saya melihat bahwa produk deposito (tabungan investasi) yang diklaim oleh masyarakat itu tidak dikenal oleh BTN, jadi bukan produknya BTN. Apalagi dengan iming-iming bunga 10 persen per bulan. Padahal batas paling maksimum 4,5 sampai dengan 5 persen per tahun,” ujarnya.
Yeka mengungkapkan, masyarakat yang membuat aduan ke Ombudsman terkait dana investasinya yang raib di BTN itu ternyata bukan dari kalangan masyarakat yang tidak mengerti literasi keuangan.
“Tadi saya juga sudah dapat penjelasan dari OJK dan LPS karena simpanannya memang dijamin oleh LPS, batas maksimal 4,5 persen – 5 persen per tahun, nah ini 10 persen per bulan. Kami telaah juga apakah pelapor ini adalah kelompok masyarakat yang awam atau tidak melek leterasi keuangan, ternyata tidak juga. Bahkan pelapor ini tergolong masyarakat yang sangat teredukasi dan mengerti sekali dengan bisnis di keuangan ini,” ungkapnya.
Atas dasar beberapa temuan tersebut dan diketahui bahwa deposito (tabungan investasi) yang bermasalah itu bukan produk dari BTN, maka posisi Ombudsman, lanjut Yeka, hanya memastikan agar jangan sampai hal ini terjadi lagi di kemudian hari baik di BTN maupun di bank lainnya.
“Kami meminta BTN untuk memitigasi risiko hal ini ke depan agar jangan sampai terulang lagi,” tegas Yeka.
Ombudsman juga menghormati proses hukum, apalagi Ombudsman melihat Bank BTN bertanggung jawab terhadap persoalan ini. Kalau nantinya proses hukum membuktikan ada kelalaian bank, ujar Yeka, maka semua akan diganti rugi oleh BTN. “Jadi tidak usah khawatir kepada masyarakat yang menjadi korban. Namun sebaliknya, jika nanti dalam proses hukum tidak terbukti, maka bank tidak akan menggantinya karena itu murni kesalahan dari oknum,” tegasnya.
Kepada masyarakat yang terkena masalah ini, Ombudsman menyarankan jangan lagi melakukan demo ke BTN karena ini lembaga trust, dimana kepercayaan di kedepankan. Kalau memang masih belum puas terhadap proses-proses yang ada di BTN, ujar Yeka, Ombudsman siap memberikan bantuan dan memproses sesuai ketentuan berlaku.
Proses Hukum
Sementara itu dalam kesempatan yang sama, Direktur Operational and Consumer Experience BTN, Hakim Putratama mengapresiasi upaya klarifikasi yang dilakukan oleh Ombudsman, sehingga mengetahui duduk permasalahan yang sebenarnya, bukan hanya berdasarkan laporan masyarakat.
BTN sendiri, lanjut Hakim, menghormati proses hukum yang sedang berjalan, dimana BTN kembali dilaporkan oleh orang-orang yang mengaku sebagai korban dari produk BTN.
“Yang mengaku sebagai korban ini mengaku sebagai nasabah BTN. Jadi ini merupakan proses yang sedang kami jalani, maka dari itu kami akan menghormati proses hukum yang sedang berjalan sekarang. Apa yang terjadi sebetulnya dan apa yang nanti menjadi hak dan kewajiban yang mengaku nasabah dan juga hak dan kewajiban kami selaku BTN, saya belum bisa memberikan jawaban yang pasti karena ini masih dalam proses hukum dan kita inginkan ada penegakan hukum yang seadil-adilnya. Kami bertanggung jawab untuk apapun yang terkait dengan nasabah kami, namun dalam hal ini kami juga perlu keputusan hukum terkait tindakan apa yang harus diambil terkait kasus yang terjadi saat ini,” tegas Hakim.
Konsultan Hukum BTN, Roni Hutajulu yang turut hadir dalam pertemuan tersebut melihat dari kaca mata hukum bahwa laporan kepolisian yang dibuat oleh para korban investasi bodong yang mengaku sebagai nasabah BTN itu melanggar prinsip “Ne Bis In Idem” atau tidak dua kali perkara yang sama bisa diperiksa.
Dijelaskan, kasus ini sebenarnya sudah pernah dilaporkan oleh pihak BTN ke Polda Metro Jaya pada Februari 2023 lalu. Atas laporan itu proses hukumnya sudah berjalan dengan dua orang sebagai tersangka. Kemudian perkaranya naik ke proses pengadilan dan sudah mendapatkan putusan inkrah yaitu menghukum kedua tersangka yang notabene adalah suami istri.
“Keduanya mantan pegawai bank yang sudah dipecat oleh BTN. Pengadilan menjatuhkan putusan yang menyatakan mereka bersalah dan telah dijebloskan ke dalam penjara,” ujar Roni.
Dia menambahkan, modus yang dilakukan oleh para tersangka adalah uang para korban ditransfer ke dalam rekening investor masing-masing di BTN, hanya saja pembukaan rekening itu tidak dilakukan sebagaimana mestinya sesuai prosedur pembukaan rekening bank.
“Tapi yang terjadi adalah semua data nasabah ini terkumpul kepada satu orang, lalu satu orang ini membuka rekening, setelah rekening ini diterbitkan buku rekening tidak diserahkan kepada investor tapi dimanfaatkan sendiri karena dia yang pegang ATM lalu semua dananya ditranfer ke rekening pribadinya sendiri. Itu modusnya,” jelasnya. (aps)