ProDaily, JAKARTA– Persatuan Perhimpunan Pemilik Penghuni Rumah Susun Indonesia (P3RSI) kompak menolak pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas Iuran Pengelolaan Lingkungan (IPL) rumah susun/apartemen. Bahkan, para warga rumah susun/apartemen yang tergabung dalam P3RSI berencana untuk melakukan demonstrasi di depan Kantor Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak di Jalan Gatot Subroto, Jakarta Pusat.
Rencana aksi unjuk rasa ini bukan tanpa alasan. Pasalnya, Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat (DPP) P3RSI, Adjit Lauhatta, sebelumnya pada Talk Show P3RSI akhir Juli lalu, telah meminta pemerintah melalui Tunjung Nugroho, narasumber yang mewakili Ditjen Pajak untuk membatalkan pengenaan PPN untuk IPL rusun/apartemen.
Saat itu, Tunjung berjanji akan mengajak P3RSI berdialog untuk bahas hal ini. Namun, surat permohonan audensi P3RSI yang terkirim sejak tanggal 30 Agustus 2024, hingga kini belum direspon pihak Ditjen Pajak.
Alih-alih berdialog dahulu dengan pemangku kepentingan utama (pemilik dan penghuni rumah susun), Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak, Jakarta Barat malah sudah melayangkan surat Sosialisasi Pengelola Apartemen kepada seluruh rumah susun di Jakarta Barat, yang ujung-ujung “memaksa” pengenaan PPN atas IPL yang notabene merupakan “urunan” warga rumah susun untuk membiayai pengelolaan dan perawatan apartemen.
“Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah Susun (PPPSRS) merupakan badan nirlaba yang kegiatannya di bidang sosial kemasyarakatan yang setara RT/RW. Selain itu, saat ini banyak kondisi apartemen yang mengalami defisit biaya pengelolaan,” kata Adjit kepada wartawan di Jakarta, Selasa (24/9).
Dia menegaskan, pemerintah tidak sepantasnya membebani pajak yang dapat menyusahkan masyarakat. Seperti yang dialami pemilik dan penghuni rumah susun yang akan dikenakan PPN 11 persen atas “biaya urunan” IPL di tengah defisit anggaran pengelolaan dan adanya tunggakan IPL pemilik/penghuni yang jumlahnya cukup besar. Hampir dipastikan semua apartemen di Indonesia mengalami tunggakan pembayaran IPL yang ada mencapai miliaran rupiah. Tak sedikit warga, ungkap Adjit, terutama rumah susun menengah bawah (subsidi) yang ekonominya sedang tidak baik-baik saja, malah merasa berat membayar IPL. Apalagi ditambah beban PPN 11 persen.
“Keluhan ini sudah kami sampaikan di Ditjen Pajak (saat acara talk show), namun tidak ada kepedulian dari pemerintah. Sikap P3RSI tegas menolak IPL rumah susun/apartemen dikenakan pajak,” tegasnya.
Menurut Adjit, P3RSI saat ini beranggotakan 54 PPPSRS dengan puluhan ribu pemilik dan penghuni. Kalau pemerintah tetap memaksakan, ujarnya, maka P3RSI akan turun ke jalan berdemonstrasi dengan ribuan anggota (PPPSRS) se-Jabodetabek, dan mengajak semua pemilik dan penghuni rumah susun/apartemen se-Indonesia.
Siapkan Kerahkan Warga
Penegasan yang sama disampaikan Ketua PPPSRS Kalibata City, Musdalifah Pangka. Menurutnya, PPPSRS merupakan perwakilan warga sebagai pemilik unit apartemen yang ditunjuk untuk merawat apartemen agar terpelihara dengan baik. Atas dasar itu, PPPSRS membentuk badan pengelola untuk menjalankan operasional dari iuran yang ditagihkan ke warga tanpa cari keuntungan.
Dia mencontohkan di Kalibata City, badan pengelola dibentuk oleh PPPSRS sendiri, dan bukan menggunakan jasa perusahaan pengelola berbadan hukum. Sehingga badan pengelola adalah unit kerja dari PPPSRS.
Menurut Musdalifah, jika merujuk pada Surat Edaran Dirjen Pajak No. SE – 01/PJ.33/1998 tentang Perlakuan Perpajakan bagi Perhimpunan Penghuni dari Rumah Susun yang “Strata Title” pada point 5 disebutkan bahwa kegiatan yg dilakukan PPPSRS adalah kegiatan dalam bidang kemasyarakatan.
Oleh karena itu, lanjutnya, sangat aneh jika iuran warga yang bersifat urunan dalam membiayai pengelolaan dan perawatan gedung dikenakan PPN.
“Pemerintah harus ingat bahwa belasan tower di Kalibata City itu adalah rusun subsidi, dimana banyak pemilik dan penghuni keuangannya pas-pasan. Kami akan kerahkan ribuan warga turun jalan (demonstrasi) protes, jika kebijakan yang menyusahkan warga kami tetap dipaksakan,” tegas Musdalifah.
Ketua PPPSRS Royal Mediterania Garden Yohanes mengatakan, pengenaan PPN atas IPL tidak tepat. Menurutnya, IPL bukan objek PPN, karena pada prinsipnya PPN dikenakan atas pertambahan nilai atas transaksi. Sementara IPL adalah pengumpulan dana dari warga lingkungan yang anggotanya terdiri dari warga lingkungan rumah susun.
“Jika pemilik menyetor dana IPL kepada rekening bersama milik penghuni, apakah atas penyetoran tersebut merupakan penyerahan terhutang PPN?,” ungkapnya.
Yohanes menjelaskan, banyaknya tantangan dalam pengelolaan keuangan di rumah susun/apartemen. Salah satunya warga selalu protes dan menentang kenaikan IPL, sehingga tarif IPL stagnan. Sementara biaya operasional setiap tahun terus meningkat, terlebih jika usia apartemen sudah lama (di atas 10 tahun).
Kondisi ekonomi warga sulit
Ketua PPPSRS Mediterania Boulevard Residences Kian Tanto mengeluhkan, dalam beberapa tahun ini PPPSRS mengalami kesulitan mencukupi biaya operasional pengelolaan apartemennya. Apalagi sejak pandemi Covid-19 dan krisis ekonomi global. Banyak pemilik dan penghuni alami kesulitan ekonomi, sehingga tidak sedikit yang menunggak kewajiban bayar IPL.
“Kami tak dapat bayangkan kalau pemerintah menambah beban pemilik dan penghuni apartemen. Jika IPL dibebankan PPN, hampir dipastikan pengelolaan dan perawatan gedung terancam, dan akan lebih menyulitkan pemilik dan penghuni,” ungkap Kian. (aps)