ProDaily, JAKARTA – Kuota rumah bersubsidi diperkirakan akan habis pada Juli 2024 mendatang. Hingga kini pemerintah belum memberikan sinyal apapun terkait kepastian tambahan kuota Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) yang tahun ini hanya sekitar 166.000 unit.
Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat Asosiasi Pengembang Perumahan Dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) Junaidi Abdillah mengaku gelisah dan khawatir terkait kuota rumah subsidi di tahun 2024 ini. Kekhawatiran tersebut karena pada tahun ini kuota yang diberikan oleh pemerintah berkurang dari tahun lalu sebanyak 220.000 unit.
“Kuota rumah subsidi tahun 2024 berkurang cukup signifikan dari kuota tahun 2023 lalu, dan sampai jelang tengah tahun ini tidak ada kepastian tambahan kuota,” tegasnya kepada wartawan di Jakarta, Jumat (3/5).
Junaidi menambahkah, kuota rumah subsidi yang berkurang tidak hanya mengkhawatirkan pengembang saja, tetapi juga masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) yang ingin memiliki rumah idaman.
“Kami Apersi berharap jumlah kuota rumah subsidi ini bisa ditambah, minimal sama dengan angka kuota tahun lalu. Kalau tidak ditambah, dampaknya akan sangat besar kepada para MBR,” ungkap Junaidi.
Apersi berharap ada langkah konkret yang diambil pemerintah untuk mengatasi semakin berkurangnya kuota rumah subsidi tahun ini yang diperkirakan sudah terserap lebih dari 60%. Junaidi menilai, keterbatasan kuota berpotensi menghambat pertumbuhan sektor perumahan nasional dan meningkatkan risiko kebangkrutan bagi pengembang rumah subsidi yang tidak mampu memenuhi kewajiban perbankan akibat terhentinya penjualan rumah.
Disebutkan, permintaan terhadap rumah subsidi belum ada menunjukkan penurunan, bahkan terus meningkat. Oleh karena itu, kuota ideal yang seharusnya disiapkan setiap tahun adalah mencapai 300.000 unit.
Aktifkan BP3
Ke depan, Apersi memandang penting untuk dibentuk sebuah badan khusus untuk mengurusi sektor perumahan terutama rumah subsidi untuk MBR. Salah satu badan yang sudah memiliki payung hukum lengkap dan sebenarnya sudah bisa langsung jalan adalah Badan Percepatan Penyelenggaraan Perumahan (BP3). Untuk itu, Apersi berharap pemerintahan baru Prabowo-Gibran yang akan dilantik pada 20 Oktober mendatang dapat segera membentuk perangkat BP3.
“Seharusnya sudah harus terbentuk karena undang-undangnya sudah ada, PP dan Perpres-nya juga sudah ada sejak 2021. Tetapi tidak mengerti mengapa sampai sekarang BP3 tidak juga dibentuk,” kata Junaidi yang didampingi Sekjen DPP Apersi, Daniel Djumali.
Apersi juga berharap adanya terobosan-terobosan skema pembiayaan yang dilakukan pemerintah. Menurut Junaidi, selama ini kuota rumah subsidi sangat bergantung pada APBN yang jumlahnya terbatas, sehingga perlu krativitas dan inovasi pembiayaan agar permasalahan rumah subsidi untuk MBR tidak terus terulang setiap tahunnya. Salah satu sumber pendanaan yang dapat lebih dioptimalkan pemerintah untuk mendukung pembiayaan perumahan antara lain dana pensiun dan dana jaminan sosial yang bersifat jangka panjang. (aps)