ProDaily, Jakarta – Pemegang saham PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk atau Bank BTN telah menyetujui rencana penerbitan saham baru melalui skema hak memesan efek terlebih dahulu (HMETD) atau rights issue. Dana hasil rights issue akan digunakan untuk ekspansi kredit terutama KPR di segmen masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).
Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) Bank BTN yang dilaksanakan Selasa (18/10) menyetujui penerbitan saham baru sebanyak-banyaknya 4,6 miliar saham Seri B dengan nilai nominal Rp500 per saham. Adapun harga pelaksanaan (exercise price) dan rasio rights akan disampaikan di dalam prospektus final setelah mendapatkan pernyataan efektif dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
“RUPSLB juga menyetujui pemberian kewenangan kepada Dewan Komisaris dan Dewan Direksi Perseroan untuk melaksanakan segala tindakan yang diperlukan berkaitan dengan rights issue,” jelas Direktur Utama Bank BTN Haru Koesmahargyo dalam konferensi pers usai RUPSLB.
Dia mengungkapkan, dari penerbitan saham baru ini, Bank BTN menargetkan dana senilai total Rp4,13 triliun dengan rincian sebanyak Rp2,48 triliun merupakan penyertaan modal negara (PMN) dan sisanya sekitar Rp1,65 triliun dari pemegang saham publik. Pasca rights issue, persentase saham pemerintah tidak mengalami perubahan dan tetap menjadi pemegang saham pengendali.
“Seluruh dana yang diperoleh dari hasil rights issue ini setelah dikurangi biaya-biaya akan digunakan untuk penyaluran kredit Perseroan dalam rangka mendukung program perumahan nasional khususnya Program Sejuta Rumah,” tegasnya.
Menurut Haru, ada beberapa faktor yang melatarbelakangi rights issue yang dilakukan perseroan. Pertama, kebutuhan perumahan nasional masih sangat tinggi. Berdasarkan data Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, backlog kepemilikan rumah pada tahun 2021 adalah sebesar 12,7 juta rumah tangga.
Ditambahkan, perseroan memiliki peran strategis dalam mempercepat penyelesaian backlog kepemilikan rumah melalui pemberian Kredit Pemilikan Rumah (KPR) khususnya kepada MBR.
Kedua, dalam upaya mempercepat penyelesaian backlog perumahan tersebut, perseroan menargetkan pembiayaan perumahan sebanyak 1,32 juta unit sampai dengan tahun 2025. Selain menyediakan akses pembiayaan perumahan, perseroan juga akan bekerjasama dengan pengembang untuk pembangunan hunian yang terjangkau bagi generasi milenial.
Ketiga, perseroan terus mengembangkan bisnis dalam ekosistem perumahan, salah satunya melalui ekspansi bisnis di sepanjang rantai pasok perumahan dan mengembangkan ekosistem perumahan digital sebagai sumber pertumbuhan baru ke depannya.
Kapasitas Kredit
Untuk mewujudkan rencana bisnis tersebut, lanjut Haru, perseroan membutuhkan peningkatan kapasitas dalam penyaluran kredit. Dimana dengan rencana rights issue ini, perseroan dapat memperkuat posisi sebagai Bank Terbesar ke-5 di Indonesia dari sisi aset.
Adapun proyeksi bisnis Bank BTN pada tahun 2025 di antaranya aset di atas Rp550 triliun, kredit tumbuh di atas 14% dalam 5 tahun, ROE di atas 16% dan rasio kecukupan modal (CAR) terjaga pada tingkat yang optimal untuk mendukung bisnis.
“Rights issue ini juga akan memperkuat peran perseroan sebagai agent of development untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat Indonesia. Rencana penerbitan saham baru ini kami harapkan akan meningkatkan kemampuan perseroan dalam mendukung Program Sejuta Rumah,” papar Haru.
Terkait pembangunan konstruksi perumahan, lanjut dia, Bank BTN akan memberdayakan pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM), dimana 90% bahan konstruksi perumahan adalah produk lokal.
Selain itu, Haru menyebutkan bahwa rights issue ini akan memperluas lapangan pekerjaan di sektor perumahan dan juga mengoptimalkan 174 sub sektor industri terkait perumahan yang akan memberikan kontribusi positif terhadap perekonomian nasional.
“Rights issue ini akan mampu meningkatkan value creation perseroan. Dengan bisnis yang bertumbuh, perseroan dapat meningkatkan dividen dan pajak,” katanya.
Disinggung mengenai tanggal pelaksanaan rights issue, seperti cum date, ex date dan periode perdagangan rights, menurut Haru, nantinya akan disampaikan setelah mendapatkan persetujuan dewan komisaris dan pernyataan efektif dari OJK. (aps)