ProDaily, Jakarta – Rencana peleburan (akuisisi) Bank Tabungan Negara (BTN) Syariah ke Bank Syariah Indonesia (BSI) ditolak keras masyarakat perumahan rakyat. Masa depan puluhan juta rakyat Indonesia terutama masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) yang belum memiliki rumah pun terancam.
Ketua Umum Konsorsium Nasional Perumahan Rakyat (Kornas-Pera) Muhammad Joni meminta pemerintah jangan sampai melupakan sejarah (Jas Merah) terhadap peran bank fokus perumahan tersebut yang sudah membantu jutaan rakyat Indonesia untuk memiliki rumah layak huni sehingga berjasa dalam membentuk sumber daya manusia yang sehat dan cerdas.
“Jangan lupa sejarah. Perumahan rakyat membutuhkan BTN termasuk BTN Syariah sebagai salah satu unit usahanya. Ingatlah bahwa mandat perumahan rakyat itu tanggungjawab pemerintah,” tegas Joni kepada wartawan.
Menurutnya, ada beberapa alasan penolakan terhadap “pencaplokan” BTN Syariah oleh BSI. Pertama, BTN Syariah yang kini hadir bersama dengan kiprah panjang BTN konvensional adalah kepatuhan pada UU Perbankan Syariah dan mandat konstitusi.
“BTN Syariah menjadi bagian dari fokus misi konstitusi perumahan rakyat Pasal 28H ayat (1) UUD 1945, bukan hanya fokus teknis pembiayaan belaka,” ujar Joni yang juga Sekretaris Umum The Housing and Urban Development (HUD) Institute itu.
Joni menyebutkan hanya BTN yang dirancang sebagai bank fokus pembiayaan perumahan rakyat. Oleh karena itu, BTN Syariah sebaiknya tidak diutak-atik tanpa memahami sejarah, kinerja dan kiprahnya.
Praktisi hukum perumahan itu meminta otoritas BUMN jangan mengabaikan amanat mulia menyukseskan fokus misi perumahan rakyat.
“BTN Syariah itu bukan hanya entitas bisnis, namun tonggak bagi skim inovatif, keragaman jasa, dan keberlanjutan pembiayaan perumahan rakyat,” tegas Joni.
Alasan kedua mempertahankan BTN Syariah, karena selama ini telah terbukti ajeg dalam tatanan sistem, capaian kinerja dan kultur. “Hal itu tidak datang sekejap, namun dari sejarah panjang,” ujarnya.
Peran Bung Karno
Cikal bakal berdirinya BTN berawal dari Postspaarbank yang didirikan di Batavia pada tahun 1897, dan kemudian berubah menjadi Tyokin Kyoko. Berlanjut pada nilai juang dan semangat kebangsaan yang membenih di era awal kemerdekaan yang ditransformasikan menjadi bank tabungan pos.
“Jangan lupa, oleh Bung Karno bank tabungan pos bukan dikecilkan, bahkan dibesarkan menjadi BTN dengan UU Nomor 2 Tahun 1964,” jelas Joni.
Dengan semangat dari Sang Proklamator tersebut, semestinya BTN menjadi inspirasi pemodelan institusi perjuangan pembiayaan rumah rakyat, termasuk BTN Syariah sebagai unit usahanya.
“Bangsa ini jangan suka melupakan sejarah (Jas Merah). BTN Syariah itu wajib dipertahankan dalam baluran kebijakan pro rakyat dan dalam fokus misi perumahan rakyat,” tegasnya.
Alasan ketiga, berdasarkan data, kinerja BTN Syariah paling mencorong dari bank syariah manapun dala penyaluran KPR bersubsidi.
Merujuk data BP Tapera, penyaluran KPR bersubsidi dengan skema FLPP hingga 23 Mei 2022 masih dikuasai oleh Bank BTN sebanyak 73.189 unit atau senilai Rp8,13 triliun. Porsi BTN mencapai 56,09%. Di posisi kedua dikuasai oleh BTN Syariah yang mencapai 11,38%. Sedangkan BSI hanya berkontribusi di bawah 3%.
“Sebab itu, BTN Syariah seharusnya diperbesar kapasitasnya seperti beleid cerdas dan pro-rakyatnya Bung Karno,” kata Joni.
Alasan keempat, rakyat cq MBR berhak dilayani dengan beragam jenis produk inovatif pembiayaan perumahan dalam mengentaskan backlog. Menghilangkan BTN Syariah dari sejarah justru akan berimbas pada terusiknya kenyamanan lahir batin masyarakat yang merasa damai menggunakan pembiayaan perumahan berbasis syariah.
Atas dasar itu, patut jika masyarakat sipil, konsumen dan nasabah menolak tamatnya riwayat BTN Syariah. “Justru sekali lagi, BTN Syariah patut dikembangkan, makin fokus, dan inovatif.
Kornas-Pera mengajak seluruh komponen perumahan termasuk masyarakat untuk mengawasi dan mengawal aktivitas dan aksi “pencaplokan” BTN Syariah oleh BSI keberhasilan Program Sejuta Rumah. (aps)