ProDaily, Tangerang Selatan – Pembiayaan perumahan untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) di sektor informal masih tersisih dan tertinggal dalam target realisasi pembiayaan bersubsidi perumahan rakyat. Dibutuhkan langkah nyata dalam bentuk kebijakan, instrumen, dan alokasi, guna mewujudkan kebijakan publik ekosistem pembiayaan mikro perumahan bagi MBR Informal (Non-Formal) tersebut. Hal itu mendesak dilakukan agar tidak terjadi darurat pembiayaan perumahan rakyat khususnya bagi MBR non formal.
Itulah benang merah hasil Fokus Group Discussion bertema “Mewujudkan Ekosistem Pembiayaan Mikro Perumahan Bagi MBR non formal: Konsep, Tantangan dan Agenda ke Depan” yang diselenggarakan oleh The HUD Institute, Rabu (30/3) secara hibrid (daring dan luring).
Adrinof A. Chaniago, Ketua Majelis Tinggi The HUD Institute dalam sambutannya menyebutkan untuk meluaskan kapasitas dan akses pembiayaan perumahan bagi MBR non formal, maka penting disegerakan langkah nyata. Perlu ide-ide dan gabungan gagasan lama dan baru, yang realistis dengan tetap mencari kesamaan pandangan antarpemangku kepentingan.
“Pemerintah bisa memfasilitasi, memudahkan lembaga dan sumber dana Non APBN/APBD dari masyarakat, partisipasi dan kolaborasi dunia usaha/industri, dan sumber lainnya sehingga tercipta kewirausahaan sosial guna membangun pembiayaan perumahan bagi MBR non formal yang berkelanjutan,” ujar dia.
Herry Trisaputra Zuna, Direktur Jenderal Pembiayaan Infrastruktur Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR)menyebutkan bahwa sebanyak 59,95% masyarakat bekerja pada sektor non formal. Sebanyak 74% diantaranya belum memiliki rumah. Sedangkan dari 26% yang sudah memiliki rumah, 87% diantaranya memerlukan perbaikan rumah. Sementara dari 74% yang belum memiliki rumah itu, sebanyak 41% diantaranya, ingin membangun rumah sendiri.
“Karena itulah pembiayaan mikro perumahan bagi MBR non formal merupakan tantangan yang serius ke depan. Bagaimana kita bisa membangun lewat skema program yang sudah ada dan terus dikembangkan. Jenis hunian juga perlu menjadi perhatian. Sementara itu urbanisasi yang semakin tinggi dan berpusat di kota juga harus diselesaikan biar tidak terjadi defocusing. Skema renovasi, membangun rumah secara bertahap dan rumah tumbuh adalah skema yang sudah berjalan yang perlu ditingkatkan,” kata dia.
Herry menambahkan, perlu perangkat yang harus disiapkan agar sektor non formal bisa masuk ke formal. Pilihan pembiayaan yang sudah ada harus terus dikembangkan namun jangan sampai bertabrakan satu sama lain.
“Segmentasi harus dirancang secara benar dan terstruktur. Sanitasi dan air minum yang sebelumnya minim perhatian, harus diprioritaskan atau diintergrasikan,” tegasnya.
Darurat Pembiayaan
Sementara itu, mencermati beberapa hal yang perlu ditindaklanjuti pemerintah bersama para pemangku kepentingan, Zulfi Syarif Koto, Ketua Umum The HUD Institute mengatakan ke depan harus ada beberapa model pembiayaan Perumahan bagi MBR non formal.
Tujuannya supaya tercipta akses lebih luas bagi kelompok sasaran. Karena itu, katanya, perlu dukungan sistem pembiayaan dan pengembangannya dalam rangka membuka akses MBR informal – termasuk pendanaan sebagaimana mandat UU No 1 Tahun 2011, UU No 20 Tahun 2011, dan UU No 4 Tahun 2017.
“Badan Pusat Statistik memiliki data rumah tangga sesuai kelompok penghasilan. Data-data tersebut bisa digunakan sebelum membuat kebijakan bagi MBR non formal. The HUD Institute menilai perlunya rumusan konsensus pembiayaan mikro perumahan bagi masyarakat MBR non formal ke depan,” tegas Zulfi.
The HUD Institute berharap agar yang menjadi garda terdepan soal pembiayaan bagi MBR non formal ini adalah BP Tapera didukung oleh SMF, SMI, Koperasi dan LKNB lainnya, serta Perum Perumnas sebagai pengembang perumahan rakyat. Sedangkan BTN menjadi bank khusus pembiayaan perumahan rakyat yang ditetapkan dengan Peraturan Presiden.
Berbagai masukan yang dihasilkan dari kegiatan FGD ini menurutnya selayaknya menjadi bagian penting dalam dokumen Grand Design Housing Provision 2045 yang merupakan bagian dari National Affordable Housing Program yang digagas World Bank bersama Kementerian PUPR.
The HUD Institute berharap bertepatan dengan 100 tahun Indonesia Merdeka, seluruh MBR non formal sudah dapat menghuni rumah yang layak, sehat dan terjangkau.
Pada kesempatan itu, Muhammad Joni, Sekretaris The HUD Institute menegaskan bahwa saat ini terjadi inkonsistensi dan kekosongan kebijakan terkait pembiayaan perumahan, khususnya bagi MBR non formal. Sehingga sudah saatnya harus dilakukan review kritis atas beberapa hal.
Pertama, terkait, ekologi Pembiayaan Perumahan ke depan; Kedua, pengarusutamaan praktik dan skim pembiayaan MBR non formal di masyarakat, Ketiga, harus menyiapkan Peta Jalan Pembiayaan Perumahan Rakyat. Keempat adalah perlu melakukan review dan advokasi kebijakan yang kosong dan inkonsisten bahkan kontraproduktif untuk Pembiayaan MBR non formal. Dan kelima pemerintah harus membentuk task force untuk menyusun Peta Jalan dan advokasi kebijakan pembiayaan perumahan rakyat, khususnya MBR non formal.
“Kelima indikator itu mesti segera diwujudkan, segera dan tuntas. Jika tidak, maka akan terjadi apa yang namanya darurat pembiayaan perumahan.rakyat,” pungkasnya. (aps)