ProDaily, JAKARTA – Pemerintah berkomitmen untuk memberantas kemiskinan, menciptakan lapangan kerja, dan mendorong pertumbuhan ekonomi melalui kebijakan perumahan dan penataan kawasan secara terintegrasi. Oleh karena itu, kebijakan program perumahan diprioritaskan untuk kelompok masyarakat paling bawah.
Penegasan itu disampaikan Wakil Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP), Fahri Hamzah kepada wartawan di Jakarta, Selasa (12/8).
Dijelaskan, berdasarkan pemetaan data hingga tingkat desil ditemukan bahwa saat ini terdapat 20 juta rumah tidak layak huni, 9,8 juta keluarga membutuhkan rumah, serta ada 6 juta keluarga tinggal di rumah tidak layak yang bukan milik sendiri.
“Di desa misalnya, banyak keluarga punya tanah tetapi rumahnya tidak layak hina. Untuk itu, tahun ini kita akan jalankan renovasi atau bedah rumah menggunakan mekanisme BSPS (Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya) dengan anggaran Rp21,8 juta per unit,” ungkap Wamen PKP.
Program akan dilakukan dengan melibatkan koperasi bahan bangunan dan pendampingan teknis.
Sedangkan untuk kawasan perkotaan dan pesisir, pemerintah telah menyiapkan pembiayaan dari pinjaman luar negeri senilai USD4,5 miliar (sekitar Rp 60 triliun) dengan bunga rendah. Fokusnya adalah penataan kawasan, termasuk relokasi rumah-rumah di pinggir sungai dan pantai ke hunian vertikal, serta penyediaan ruang publik di lantai dasar bangunan.
“Kita ingin sungai dan pantai kita semua bersih. Rumah-rumah yang terlalu dekat dengan bibir sungai akan dipindahkan ke hunian vertikal setinggi 3-5 lantai. Lantai paling bawah dijadikan ruang publik, lantai atas untuk hunian,” ujarnya.
Selain rumah susun milik, pemerintah juga akan mengutamakan skema rumah susun sewa (rusunawa) di daerah perkotaan padat untuk mengoreksi harga sewa yang terlalu tinggi. Kebijakan ini diharapkan menekan harga sewa properti, menghapus kawasan kumuh, dan memecah pola hunian yang hanya terbagi antara rumah mewah dan rumah kumuh.
“Kunci keberhasilannya ada pada pengendalian harga tanah melalui zonasi. Tanah negara harus dioptimalkan untuk rakyat. Kalau lahan dikendalikan, harga rumah bisa turun signifikan. Ini bukan sekadar membangun rumah, tetapi membangun kawasan yang layak huni, ramah lingkungan, dan terjangkau,” tegas Wamen Fahri.
Pemerintah memperkirakan program penataan pinggiran sungai dan pantai ini membutuhkan anggaran sekitar Rp310 triliun per tahun, dengan potensi mendorong pertumbuhan ekonomi sekitar 0,6%–1,3% secara nasional. Targetnya, dalam lima tahun wajah kawasan kumuh di pinggir sungai dan pantai di perkotaan dapat berubah total.
Hunian Vertikal Terintegrasi
Fahri Hamzah menambahkan, Kementerian PKP akan terus mendorong pengembangan hunian vertikal di perkotaan yang terintegrasi dengan sistem transportasi publik berbasis transit oriented development (TOD).
Menurutnya, konsep hunian ideal di kawasan urban saat ini tidak hanya mengandalkan kedekatan dengan fasilitas pendidikan, area komersial, dan ruang terbuka hijau, tetapi harus memiliki akses langsung ke transportasi publik. Dengan begitu, hunian bukan hanya sekadar tempat tinggal, tetapi juga investasi (waktu).
Kementerian PKP terus berkomitmen untuk mendukung pengembangan hunian berbasis TOD sebagai bagian dari strategi pembangunan perumahan berkelanjutan dan efisien di wilayah perkotaan.
“Kita harus fokus agar hunian vertikal bisa terhubung langsung ke jalan tol, dekat dengan stasiun kereta api, serta memiliki akses yang baik ke transportasi publik. Namun,di saat yang sama, kita harus memastikan masyarakat kelas menengah tetap memiliki peluang untuk memperoleh hunian tersebut,” pungkasnya. (aps)