ProDaily, JAKARTA – TechFusion Alliance, platform kolaborasi teknologi, menegaskan teknologi kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) bisa menjadi pilar utama dalam pembangunan perumahan nasional. Pernyataan itu sejalan dengan ambisi pemerintahan Presiden Prabowo Subianto yang menargetkan pembangunan 3 juta rumah rakyat.
“Backlog perumahan kita telah berlangsung puluhan tahun. Jika pendekatannya masih konvensional, maka target 3 juta rumah hanya akan menjadi angka di atas kertas. AI adalah alat untuk mengubah cara kita merencanakan, membangun, membiayai, hingga menyalurkan rumah kepada masyarakat yang membutuhkan,” tegas Tuhu Nugraha, Chairman dan Founder TechFusion Alliance dalam keterangannya, Minggu (8/6).
Tuhu yang juga principal Applied Digital Economy and Regulatory Network (IADERN) menambahkan teknologi AI saat ini telah berkembang sangat dahsyat, sehingga Indonesia harus segera mengadopsinya dalam Pembangunan perumahan.
Deddy H. Pakpahan, Co-Founder TechFusion Alliance yang juga founder digitalbank.id mengatakan, sistem berbasis AI bahkan bisa memprediksi potensi keterlambatan proyek, kelangkaan bahan bangunan, atau anomali anggaran sebelum masalah muncul ke permukaan.
“Inilah kekuatan prediktif AI. Bukan hanya menyelesaikan masalah, tapi mencegahnya sejak dini. Kasus penyalahgunaan dana FLPP (Fasilitas Likuditas Pembiayaan Perumahan) banyak sekali terjadi di daerah. Dana FLPP-nya padahal terbatas, sehingga tambah habis jika ada penyalahgunaan. Nah, dengan teknologi AI penyalahgunaan dana FLPP bisa kita minimize,” jelasnya.
Terkait pembiayaan perumahan, TechFusion menilai Bank BTN sebagai ‘aktor kunci’ program 3 juta rumah perlu terus memperkuat transformasi digitalnya. Sebagai bank spesialis perumahan, BTN memiliki posisi strategis untuk menyalurkan skema KPR bersubsidi maupun komersial kepada masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).
“BTN saat ini sudah melangkah ke arah digital. AI sudah bisa membantu BTN menyusun profil risiko debitur dengan lebih akurat atau mempercepat proses approval KPR, tapi transformasi BTN harus didorong lebih jauh seperti menyesuaikan produk kredit berdasarkan perilaku digital calon nasabah,” ungkap Tuhu.

Dia mengatakan, AI dan digitalisasi bukan hanya untuk kemudahan internal BTN, tetapi bisa membawa misi sosial KPR bersubsidi ke next level. Prosesnya menjadi semakin cepat, tepat sasaran, efisien, dan transparan. Langkah ini juga membuka akses MBR informal atau milenial non-bankable, sehingga menjadikan BTN sebagai pelopor KPR subsidi digital terintegrasi.
TechFusion mendorong kolaborasi antara BTN dan ekosistem teknologi nasional untuk mengembangkan digital mortgage ecosystem yang terdigitalisasi sepenuhnya, dari simulasi cicilan, penilaian properti, hingga penandatanganan dokumen elektronik.
Platform tersebut juga menyoroti pentingnya reformasi teknologi di BP Tapera sebagai pengelola dana pembiayaan rumah nasional. Menurut Deddy, BP Tapera memegang data sangat strategis, mulai dari data kepesertaan ASN, pekerja swasta, hingga penyaluran dana yang bisa diolah dengan AI untuk menghasilkan peta backlog dan simulasi pembiayaan paling efektif di tiap daerah.
“BP Tapera perlu mengadopsi teknologi data analitik dan AI secara menyeluruh supaya bisa bertindak lebih taktis. Jangan hanya jadi penyalur dana, tapi menjadi pusat kendali informasi dan strategi pembiayaan perumahan nasional dan kami siap berkolaborasi,” tegas Deddy.
TechFusion membuka ruang kolaborasi untuk menciptakan Tapera Smart Dashboard, sistem terpadu berbasis AI yang memetakan kebutuhan perumahan berdasarkan data real-time dari daerah, data kepesertaan, dan profil risiko keuangan masyarakat.
Smart Developer
Sementara itu, mengenai posisi pengembang dalam konteks pemanfaatan AI untuk pembangunan perumahan, asosiasi pengembang seperti Realestat Indonesia (REI), Apersi, atau Himppera harus mengambil peran proaktif.
Di era AI, pengembang tidak bisa lagi mengandalkan intuisi dan relasi semata. Dibutuhkan pendekatan berbasis data dan sistem digital end to-end.
“Asosiasi pengembang harus menjadi pelopor adopsi AI di kalangan pengembang. Misalnya, dalam menentukan lokasi proyek berdasarkan potensi pasar, harga lahan, dan demografi. Bahkan AI bisa dipakai untuk mendesain rumah yang sesuai preferensi pasar lokal,” ujar Deddy.
TechFusion mengajak seluruh asosiasi pengembang agar mendorong para anggotanya masuk ke era smart developer, yakni pengembang yang menggunakan teknologi untuk merancang, memasarkan, hingga mengelola hunian dengan efisien dan berkelanjutan.
TechFusion saat ini telah menyiapkan AI-Based Property Intelligence Platform yang bisa diakses pengembang untuk keperluan riset pasar, perencanaan proyek, hingga monitoring proyek konstruksi.
Saat ini, TechFusion juga tengah mengembangkan konsep Digital Housing Command Center, sebuah pusat kendali nasional berbasis AI yang akan membantu pemerintah memantau progres pembangunan rumah di seluruh Indonesia secara real-time.
“Data dari kontraktor, pengembang, pemerintah daerah, BP Tapera, dan BTN akan terhubung dalam satu sistem yang bisa dianalisis secara prediktif dan preskriptif. Dengan ini, pemerintah bisa langsung tahu proyek mana yang macet, wilayah mana yang backlog-nya tinggi, hingga kelompok masyarakat mana yang belum tersentuh KPR,” sebut Deddy.
TechFusion sedang menjajaki kerja sama dengan Bappenas, Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan perbankan untuk mengintegrasikan system skoring kredit berbasis AI, yang memungkinkan pekerja informal, UMKM, dan gig worker mengakses pembiayaan perumahan tanpa perlu dokumen konvensional yang selama ini jadi penghalang.
“Ini untuk memastikan bahwa program 3 juta rumah bukan hanya proyek fisik, tetapi juga transformasi sistemik dalam tata kelola perumahan nasional. AI menjadi fondasi untuk memastikan pembangunan tidak hanya cepat dan masif, tetapi juga akurat, terukur, dan transparan,” ungkap Tuhu. (aps)