ProDaily, JAKARTA – Aktivitas investasi properti komersial di Asia Pasifik menurun sebesar 22% secara tahunan (year on year/yoy) pada kuartal ketiga tahun 2023. Ini merupakan capaian terendah secara kuartalan sejak kuartal kedua 2010.
Menurut data dan analisis konsultan realestat global Jones Lang LaSalle (JLL), investasi properti di Asia Pasifik turun menjadi US$21,3 miliar seiring berlanjutnya kontraksi tajam pada volume investasi di sektor perkantoran dan ritel, sementara sektor industri dan logistik serta sektor hunian dan multifamily tetap tangguh.
Disebutkan, meski gagasan untuk kembali bekerja di kantor terus menguat dan tingkat hunian rendah di banyak pasar, namun para investor umumnya tetap lebih berhati-hati terhadap sektor perkantoran. Biaya utang yang tinggi juga memberikan tekanan repricing (penentuan harga) dan sebagian besar pasar masih berada dalam mode pencarian harga saat investor menyesuaikan target return untuk akuisisi.
“Kami tetap yakin dengan daya tarik jangka panjang dan ketahanan pasar realestat komersial Asia Pasifik, namun kami tetap realistis bahwa para investor mencari kepastian lebih lanjut mengenai harga dan situasi makroekonomi,” kata Stuart Crow, CEO Asia Pacific Capital Markets JLL dalam laporannya, Selasa (21/11).
Sepanjang kuartal ketiga, China muncul sebagai pasar paling aktif di Asia Pasifik. Volume investasi melawan tren penurunan dan mencapai US$4,7 miliar, naik 43% secara tahunan di tengah partisipasi investor asing yang terbatas. Bagi investor domestik dan korporasi, sektor industri dan logistik serta aset yang dilengkapi dengan riset dan pengembangan merupakan penerima utama modal.
Di Hong Kong, aktivitas investasi mencapai US$0,8 miliar, naik 15% secara tahunan dengan sebagian besar transaksi terdiri dari penempatan sekaligus dalam jumlah kecil yang melibatkan aset dengan strata-title untuk penggunaan pribadi.
Sementara Jepang mencatat volume investasi sebesar US$4,1 miliar, dengan pertumbuhan 3% (yoy). Sektor industri dan logistik menjadi sektor yang aktif dalam pasar ini, dengan dua akuisisi portofolio yang mencolok oleh investor domestik, dan J-REIT yang mengakuisisi portofolio hotel seiring pemulihan pariwisata yang cepat dan kenaikan harga kamar hotel.
Korea Selatan berhasil membukukan transaksi senilai US$4,2 miliar, turun sebesar 35% secara tahunan, karena investor domestik menggunakan sebagian besar dana investasi mereka, bersama dengan volume kantor yang mengecil akibat sentimen yang surut di kalangan investor inti global.
Sedangkan volume investasi di Australia merosot 47% (yoy) menjadi US$3,8 miliar. Pasar investasi tetap lambat karena proses penentuan harga terus berlanjut di tengah perubahan biaya pendanaan yang cepat. Terjadi perubahan alokasi ke aset industri dan logistik dan hunian mahasiswa dengan keyakinan yang tumbuh di sektor- sektor ini.
Volume investasi Singapura juga mengalami penurunan sebesar 11% menjadi US$2miliar, dengan akuisisi yang mencolok di sektor hotel & perhotelan serta ritel.
Suku Bunga
Pamela Ambler, Kepala Intelijen Investor Asia Pasifik JLL mengatakan di wilayah Asia Pasifik siklus kenaikan suku bunga diprediksi segera mendekat, karena Reserve Bank of New Zealand dan Bank of Korea kemungkinan besar akan mengakhiri kebijakan moneter yang ketat. Sementara Reserve Bank of Australia mungkin masih memiliki pekerjaan yang harus dilakukan.
“Oleh karena itu, suku bunga tetap regional kini sangat mirip dengan suku bunga mengambang, kecuali Jepang yang berencana untuk bergerak menuju normalisasi kebijakan,” ujar Pamela.
Dijelaskan, saat kita mendekati akhir tahun 2023, investor akan menimbang biaya modal yang tinggi melawan lingkungan makroekonomi yang tidak pasti. Dengan keputusan mendatang dari Fed mengenai penyesuaian suku bunga, diharapkan aktivitas investasi kembali meningkat seiring dengan penurunan biaya utang. (aps)