JOKO Suranto, yang saat ini menjabat Ketua Realestat Indonesia (REI) Jawa Barat, dipastikan menjadi kandidat tunggal Calon Ketua Umum REI periode 2023-2026. Founder & Chief Executive Officer (CEO) Buana Kassiti Group tersebut berkomitmen untuk membawa REI solid, guyub dan berwibawa sehingga dapat tumbuh bersama-sama.
“REI telah memberikan saya banyak teman, sahabat, dan keluarga. REI juga yang sudah memberikan saya bekal ilmu, pengetahuan dan pengalaman. Saatnya sekarang saya mengabdikan diri secara penuh untuk organisasi ini dan memperjuangkan kebaikan bagi seluruh anggota REI,” tegas Tokoh Inspiratif Jawa Tengah bidang Ekonomi dan Bisnis tahun 2022 itu kepada PropertyDaily, baru-baru ini.
Niat untuk terus berbuat kebaikan dan bermanfaat bagi orang lain merupakan nasehat kedua orang tuanya yang selalu terngiang di dalam pikiran dan hati Joko Suranto. Menurut dia, orang tuanya selalu berpesan agar dirinya tidak takut untuk berbuat baik.
“Pesan orang tua saya, jangan takut untuk berbuat baik! Begitu pula saat ini, saya meyakini bahwa langkah dan ikhtiar untuk maju sebagai Ketua Umum REI adalah suatu kebaikan. Karena itulah, dengan niat yang tulus dan hati ikhlas, saya memantapkan langkah pengabdian untuk REI,” ujar ayah dari tiga orang anak itu.
Jika kelak dilantik sebagai nakhoda REI, Joko Suranto berniat kuat menyelesaikan berbagai persoalan yang masih menghambat industri properti dan menghambat bisnis pengembang anggota REI lewat beberapa program strategis.
Antara lain dengan membentuk Badan Kajian Strategis (BKS) REI yang nantinya berperan sebagai think tank organisasi dalam meneliti, mengkaji dan merumuskan berbagai solusi persoalan untuk disampaikan kepada pemerintah dan pemangku kepentingan (stakeholder) terkait.
REI juga akan menginisiasi database properti yang dapat diakses secara digital oleh masyarakat. Database ini penting, karena data akan menjadi tolak ukur dan bahan analisis dalam membahas semua kendala di lapangan. Biasanya, ungkap Joko Suranto, bicara dengan data akan lebih mudah dipahami.
Selain itu, REI akan mengupayakan penyusunan undang-undang khusus properti sebagai “payung” hukum bagi industri properti nasional berkembang lebih cepat di masa mendatang. Joko Suranto juga berjanji untuk memperjuangkan terbentuknya kembali kementerian khusus bidang perumahan dan pengembangan kawasan perkotaan di Indonesia.
“Yang terpenting lagi, saya akan terus mendorong sinergi dan kebersamaan di REI termasuk merealisasikan kerjasama antara developer besar nasional dan developer daerah. Serta meningkatkan akses anggota REI ke lembaga keuangan dan alternatif pembiayaan agar tidak tergantung kepada satu lembaga keuangan atau bank saja,” kata peraih penghargaan Mitra Pengembang Bank BTN KCS 2021 dan Top Contributor Mandiri KPR 2022 itu.
Berbisnis Sedari Muda
Joko Suranto lahir 20 Januari 1969 di Desa Jetis, Kecamatan Karangrayung, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah. Sebagai anak desa, dia terbiasa hidup sederhana dan seadanya. Kondisi keuangan keluarga yang terbatas membuat Joko Suranto muda harus kreatif mencari penghasilan tambahan untuk menambah biaya sekolah termasuk pernah menjadi penjual dan loper (pengantar) koran terbitan Jawa Tengah.
“Dari muda saya terbiasa produktif. Kalau tidak produktif apalagi menganggur itu saya nggak enjoy, rasanya enggak asyik,” ceritanya.
Setelah menyelesaikan kuliah sarjana Strata-1 di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta tahun 1993, Joko Suranto tetap bergelut dengan berbagai aktivitas usaha kecil-kecilan. Tiga tahun kemudian, yakni di tahun 1996 dia diterima bekerja di salah satu bank plat merah. Kota Bandung (Jawa Barat) menjadi lokasi penempatan kerjanya pertama kali.
“Di kota yang penuh potensi kreativitas itu, naluri bisnis saya tetap bergejolak. Pokoknya pengen dagang saja. Akhirnya, setiap hari libur kerja sebagai sampingan saya dagang celana jeans, jaket dan asesoris pakaian lain. Kisahnya penuh suka duka, bahkan saya sempat hampir dirampok di terminal saat berjualan,” kenang Joko Suranto.
Kerja di bank terus berjalan. Tetapi selingan berjualan juga tetap berlanjut. Di awal tahun 2000-an, setiap hari Jumat petang Joko Suranto sudah melaju ke Pekalongan, Jawa Tengah. Lalu Sabtu dia kembali lagi ke Bandung dengan membawa berkarung-karung barang dagangan dari mulai bahan kain, bahan batik, taplak meja, sprei dan sebagainya.
Menurut Joko Suranto, di awal tahun 2000 gajinya di bank hanya sekitar Rp2 jutaan. Tetapi berkat ulet berdagang, pada masa itu setiap bulan dia bisa mengantongi penghasilan bersih sekitar Rp12 juta. Dari situ dia mulai bisa menabung dan memulai kebiasaan sedekah yang hingga kini tetap dilakukannya.
“Tahun 2004 saya ditugaskan perusahaan ke Tasikmalaya. Saat itu sudah ada tabungan sekitar Rp380 juta. Karena biasa produktif saya pun memilih berternak ayam pedaging. Tapi tidak lama semua ayam ternak saya mati terkena wabah flu burung,” katanya.
Di kota kecil di Jawa Barat tersebut dia pun sempat berbisnis sewa-menyewa truk tetapi kandas juga. Lalu Joko Suranto merintis usaha membuat meubeler dan jasa pembuatan taman, namun kurang beruntung karena kena tipu. Saat itu, dia merasa benar-benar terpuruk. Tetapi Joko Suranto tak pernah mengenal kata putus asa. Jatuh dan bangkit kembali, itu prinsip hidupnya.
“Jelang akhir 2004, suatu hari ada relasi yang mungkin tahu saya punya kenalan luas datang menitipkan tanah miliknya untuk saya carikan pembeli. Tidak lama ada calon pembeli datang berminat, tetapi dia justru bertanya lahan tersebut cocoknya dijadikan apa?,” ujarnya.
Meski punya kesempatan memperoleh komisi besar dari menjual tanah tersebut, namun Joko Suranto justru memilih menyampaikan pandangan profesionalnya. Dia memberitahu ke calon pembeli bahwa lokasi tanah itu memang kurang cocok untuk bisnis termasuk untuk dibangun proyek properti. Tetapi siapa menyangka, tindakan itu berbuah berkah.
Beberapa bulan kemudian, calon pembeli tanah tadi justru datang menawarkan Joko Suranto untuk mau menjalankan bisnis properti yang sedang dia rintis. Orang tersebut bahkan tidak mau saat ditawari orang lain untuk menjalankan usahanya.
“Dia tetap maunya saya, karena sudah ada trust (kepercayaan) di situ. Ini poin dan modal yang besar sekali bagi saya. Jadi, kalau ditanya bagaimana pertama kali saya terjun ke bisnis properti, saya jawabnya bisnis properti justru yang mendatangi saya,” kisah Joko Suranto.
Kerjasama ini berjalan sampai menyelesaikan pembangunan empat proyek perumahan. Joko Suranto mengaku saat itu dia baru belajar banyak tentang bisnis properti, mengelola cashflow dan operasional, sulitnya mengurus perizinan, cara survei pasar hingga mengurus keuangan. “Belajar otodidak di lapangan,” sebutnya.
Mengubah Jalan Hidup
Hingga tahun 2007, dia tetap melakoni kerja sebagai karyawan bank dan menjadi pengembang. Perusahaannya pun terus bertumbuh. Di tahun 2008 dia menunaikan ibadah haji ke Tanah Suci. Di depan Kabbah, Joko Suranto berdoa dan meminta petunjuk untuk jalan karirnya di masa mendatang.
“Saat itu saya berdoa dan shalat istikharah. Saya ucapkan, kalau memang jalan yang terbaik harus meninggalkan pekerjaan sebagai karyawan maka mohon dipermudah. Saya juga berdoa agar bisa punya rumah milik sendiri di Kota Bandung,” kata Joko Suranto.
Empat bulan setelah pulang dari Tanah Suci, salah satu doanya langsung dijawab dan dikabulkan Allah SWT yakni mampu membeli rumah di Bandung. Parameter itu membuatnya semakin mantap untuk resign secara baik-baik dari bank tempatnya bekerja. Sejak Juni 2008, Joko Suranto pun mulai fokus mengurusi bisnis propertinya lewat Buana Kassiti Group.
Hingga saat ini, magister hukum bisnis dari Universitas Katolik Parahyangan Bandung itu sudah mengembangkan sebanyak 35 proyek properti dari mulai perumahan subsidi, menengah hingga menengah atas. Proyeknya tersebar di 13 kabupaten/kota di Jawa Barat dan di Sumatera Barat. Bahkan, kini bisnisnya merambah pula ke sektor lain seperti bidang perhotelan/resort dan keuangan.
Sejak remaja, Joko Suranto sudah membiasakan diri untuk rutin bersedekah. Saat ini, dia juga menjadi pembina bagi 363 pesantren dan membangun puluhan mesjid di Jawa Barat. Yang fenomenal, dia rela mengocek kantong sendiri hingga Rp2,8 miliar untuk memperbaiki jalan di desanya di Jetis, Kabupaten Grobogan. Langkahnya itu kemudian membuatnya dijuluki sebagai Crazy Rich Grobogan. Sebutan yang menurut Joko Suranto sama sekali tidak pernah dia pikirkan.
“Bagi saya, yang terpenting kita dalam hidup ini harus melakukan banyak kebaikan agar dikenang orang lain dengan yang baik-baik saja. Semua orang punya kesempatan untuk berbuat baik. Jangan takut berbuat baik!,” pesan Ketua Yayasan IKA UNS dan Wakil Ketua Umum Kadin Jawa Barat tersebut. (aps)