ProDaily, JAKARTA – Inflasi dan kenaikan suku bunga menjadi tantangan bagi pelaku industri properti dan masyarakat. Padahal, sejak tahun lalu, kenaikan PPN, tarif dasar listrik dan BBM yang bersamaan dalam periode waktu cukup singkat, sudah berdampak pada dunia usaha dan konsumsi masyarakat. Ditambah persyaratan pengajuan kredit pemilikan rumah (KPR), yang ternyata lebih ketat dibandingkan sebelumnya.
“Bahkan, saking ketatnya, banyak pengajuan KPR masyarakat ditolak. Kalau dulu, pengajuan KPR banyak ditolak karena credit card, sekarang pengajuan KPR banyak ditolak karena calon debitur terlilit utang pinjol (Pinjaman Online).Belum lagi terhadap status kerja konsumen yang berubah dari karyawan tetap menjadi kontrak,” ungkap Arvin F. Iskandar, Ketua DPD REI DKI Jakarta dalam acara Temu Anggota REI DKI Jakarta, di Jakarta, Selasa (28/2).
Pengembang, lanjut Arvin, sangat berharap adanya solusi berupa dukungan kebijakan dari regulator dan perbankan bagi para pelaku industri properti. Dengan cara memberikan relaksasi, tanpa mengurangi upaya-upaya mitigasinya.
Sementara itu, David Iman Santosa, Wakil Ketua DPD REI DKI Jakarta Bidang Pembiayaan dan Perpajakan meminta pemegang otoritas terus berkoordinasi sehingga bisa menghasilkan terobosan berupa relaksasi pembiayaan yang tepat bagi pertumbuhan bisnis properti.
“Sektor properti terbukti sebagai growth drivers, pendorong pertumbuhan ekonomi. Peran BI, OJK dan perbankan harus betul-betul tepat dalam melakukan identifikasi persoalan lapangan yang terus berubah. Jangan (justru) sampai menghambat namun tetap dalam koridor memitigasi risiko yang ada,” ujarnya.
Menurut Woro Kusumaningrum, Peneliti Eksekutif, (Deputi Direktur) Departemen Penelitian dan Pengaturan Perbankan OJK,sebagai organisasi yang bertugas melakukan pengaturan dan pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan di sektor perbankan, OJK tetap memberikan dukungan terhadap pengembangan sektor properti dari sisi supply maupun demand agar lebih optimal dengan tetap menerapkan prinsip kehati-hatian.
Pasca pandemi Covid-19, lanjutnya, perkembangan kredit properti baik dari sisi demand maupun supply terus menujukkan pemulihan. Dari sisi supply, kredit sektor realestat menunjukkan peningkatan. Hingga Januari 2023 tumbuh sebesar 18,6% yoy. Sejalan dengan itu, pertumbuhan kredit properti (demand) cenderung stabil di sepanjang periode pandemi dan masih tumbuh positif sebesar 7,38%yoy pada Jan 2023. Pada januari 2023, NPL sektor realestat tercatat 2,02% dan Kredit properti tercatat 2,29%.
“Pertumbuhan kredit pada sektor properti tersebut karena didukung dengan adanya pengendalian risiko kredit yang relatif terkendali. OJK tetap memberikan dukungan terhadap pengembangan sektor properti dari sisi supply maupun demand agar lebih optimal dengan tetap menerapkan prinsip kehati-hatian,” tambahnya.
Salah satunya Lewat POJK No. 27/2022 tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Umum. Beleid tersebut berisi tidak ada larangan bagi Bank untuk menyalurkan kredit atas pengadaan/pengolahan tanah kepada pengembang. Tentunya, dengan tetap memperhatikan manajemen risiko termasuk menghindari spekulasi
Kebijakan Relaksasi
Pada kesempatan yang sama, Yati Kurniati, Kepala Departemen Kebijakan Makroprudensial Bank Indonesia (BI) menyebutkan untuk mendorong kinerja sektor properti, BI telah mengeluarkan beberapa kebijakan relaksasi lewat kebijakan insentif makroprudensial, Pelonggaran LTV/FTV, Menghapus ketentuan pencairan bertahap properti inden serta beberapa kebijakan lainnya.
Dari sisi perbankan, Beki Kanuwa, Kepala Divisi Retail Credit Risk Division (RRD) PT. Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BTN), menjelaskan, untuk memudahkan pengembang dalam mengakses layanannya, BTN Menyediakan layanan perbankan untuk stakeholders pada value chain perumahan serta membangun ekosistem yang terintegrasi dan terdigitalisasi
“Digitalisasi Proses Bank BTN Dikembangkan untuk Memenuhi Kebutuhan Stakeholder dalam Ekosistem Perumahan. Lewat BTN Properti, BTN Propertifor Developer , Mobile Banking , dan E-Mitra ,” terangnya.
Pada kesempatan yang sama Teddy Wishadi, Pemimpin Divisi Manajemen Produk Konsumer PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. (BNI) menyebutkan guna tetap menjaga pertumbuhan bisnis properti dimasa endemi maka BNI menjalankan beberapa strategi. Diantaranya, fokus ekspansi pada segmen primary market, baik untuk calon debitur fixed income dan non fixed income. Pembiayaan KPR subsidi, Kebijakan LTV 100%, simplikasi proses kredit dan inovasi terhadap fitur dan pricing.
Sebagai informasi, kegiatan temu anggota REI DKI Jakarta dengan tema: “Relaksasi Kebijakan vs Mitigasi Perbankan Paska Endemi untuk Kebangkitan Industri Properti” diikuti oleh 400 perusahaan anggota REI DKI Jakarta. Kegiatan tersebut menampung masukan dan usulan kepada regulator dan mitra kerja untuk kelancaran jalannya roda usaha anggota REI DKI Jakarta. (aps)