Oleh : Dzaky Wananda Mumtaz Kamil , SH*
PRAKTEK debitor nakal yang berupaya menghindar dari tanggung jawab penyelesaian utang ditenggarai berlangsung di saat maraknya kasus PKPU/Kepailitan saat ini. Para kreditor terlebih lagi kreditor yang tagihannya besar seperti perbankan harus waspada karena langsung berdampak kepada nasib penyelesaian piutangnya. Bank harus segera melakukan langkah mitigasi risiko terhadap aksi debitor nakal ini!
Modus Debitor
Debitor nakal melakukan aksinya dengan modus berusaha mengajukan permohonan PKPU/Kepailitan terhadap dirinya lewat kreditor lain. Debitor yang tidak memiliki itikad baik ini berusaha menghindar dari kewajiban penyelesaian utang yang besar kepada bank dengan cara mengajukan permohonan PKPU/Kepailitan di pengadilan niaga.
Dalam rapat-rapat kreditor mereka mengajukan proposal perdamaian dengan usulan debitor bersedia menerima potongan kewajiban denda, bunga bahkan pokok utang. Mereka merasa percaya diri kreditor bersedia menerima usulan itu karena ada kegamangan dari kreditor apabila debitor berada dalam keadaan pailit.
Mereka sengaja tidak mengajukan sendirinya ke pengadilan niaga karena persyaratannya lebih rumit. Selaku debitor di bank mereka juga menyepakati adanya larangan untuk mengajukan permohonan kepailitan atas diri sendiri di pengadilan niaga yang dikenal dengan larangan-larangan bagi debitor (negative covenant) dalam perjanjian kredit. Mereka berusaha menjaga hubungan dengan kreditor bank yang memberikan pinjaman yang jumlahnya cukup besar sehingga menjadi tidak pas apabila hal itu dilakukan secara terbuka.
Namun kreditor yang mengajukan permohonan PKPU/Kepailitan terhadap debitor ini sesungguhnya adalah “boneka” dari debitor. Tagihan dari kreditor lain ini besar kemungkinan sengaja dibuat untuk kepentingan itu padahal sesungguhnya tidak ada. Bisa pula tagihan ini benar adanya tetapi sudah “diselesaikan” oleh debitor namun tetap menjadikan tagihan itu sebagai underlying sehingga kreditor yang mengajukan lebih sebagai boneka saja.
Dalam hal terjadi kepailitan terhadap diri debitor mereka juga merasa tidak merasa kehilangan (nothing to loose) karena sudah semakin besarnya debt equity ratio (DER) yang mereka miliki. DER adalah perbandingan antara jumlah utang dengan modal yang dimiliki perusahaan. Semakin besar prosentase DER maka semakin besarlah utang debitor kepada kreditor.
Kerugian Bank
Praktek menghindar kewajiban utang melalui mekanisme pengajuan PKPU/Kepailitan ini sebenarnya realitas yang sudah lama. Silahkan saja ditelusuri praktek sejarah penegakan hukum pada masa berlakunya Faillisstments Verordenning sesuai Staatsballads nomor 276 tahun 1905 jauh sebelum berlakunya UU Kepailitan dan PKPU produk pemerintah RI.
Bank harus waspada atas modus debitor nakal yang berupaya menghindar dari kewajiban utang. Oleh karenanya bank harus jeli mengidentifikasi potensi risiko ini. Hasil monitoring ketat yang dilakukan bank akan memperlihatkan gejala adanya potensi risiko hukum PKPU/Kepailitan.
Dalam hal debitor nakal berhasil mengajukan permohonan PKPU/kepailitan sesuai skenarionya, maka bank dirugikan. Nasib pengembalian kewajiban debitor berupa denda, bunga dan pokok menjadi terancam. Bank selaku kreditor harus bersaing dengan para kreditor lain yang mengajukan tagihan secara bersamaan dalam rapat kreditor dengan agenda verifikasi dan pencocokan utang.
Meskipun bank memiliki jaminan kebendaan berupa hak tanggungan, fidusia atau gadai haknya untuk melakukan eksekusi dalam kekuasaannya, haknya sebagai pemilik jaminan kebendaan menjadi terdagradasi. Bank hanya dapat melakukan eksesusi setelah berakhirnya debitor dalam masa PKPU yang jangka waktunya sampai dengan 270 hari. Hak bank sebagai kreditor seperatis untuk melakukan eksekusi ditangguhkan untuk jangka waktu paling lama 90 hari sejak tanggal putusan pernyataan pailit diucapkan. Bank hanya memiliki kesempatan untuk mengeksekusi obyek jaminan melalui penjualan di muka umum selama dua bulan.
Ketentuan-ketentuan dalam UU No.37/2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang yang mendegradasi kepentingan kreditor seperatis ini membuat bank menjadi dirugikan. Sementara UU No.4/1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah Beserta Benda-benda yang Berkaitan dengan Tanah sudah memberikan perlindungan kepada bank.
Upaya Recovery
Bank selaku kreditor patut mempertimbangkan upaya pemulihan kerugian (recovery) atas piutangnya yang belum diselesaikan debitor. Langkah yang dapat dilakukan adalah mengikuti proses rapat-rapat kreditor dalam persidangan PKPU/Kepailitan Niaga. Salah satu diantaranya adalah dengan mengoptimalkan kepentingan bank dalam skema penyelesaian utang dalam proposal perdamaian yang diajukan debitor.Bank dapat pula melakukan gugatan lain-lain apabila kepentingan hukum bank selaku kreditor dirugikan.
Selain lewat mekanisme pengadilan niaga, bank patut mempertimbangkan pemulihan kerugiannya lewat jalur pidana dengan menganalisis lebih jauh untung ruginya. Langkah yang dapat dilakukan adalah dengan membuat laporan pidana terhadap terhadap debitor yang nakal bahkan terhadap pihak-pihak yang bersokongkol melakukan kejahatan adanya tagihan fiktif. Langkah hukum berupa laporan pidana bukan hanya tindak pidana umum tetapi juga tindak pidana khusus seperti tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
*). Penulis adalah Alumni Fakultas Hukum Universitas Diponegoro.