ProDaily, JAKARTA – Pemerintah diusulkan untuk menjadikan kawasan Lebak Bulus di Jakarta Selatan sebagai kawasan hunian berbasis model Transit Oriented Development (TOD) pertama di Indonesia. Sedangkan untuk pembiayaan infrastruktur huniannya, dapat menggunakan pola Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU).
“Kami melihat di sekitar Stasiun MRT Jakarta Lebak Bulus terdapat lahan milik pemerintah (Kementerian PUPR) yang cukup luas dan siap dikembangkan oleh Perumnas. Kemudian ada beberapa titik lahan milik pelaku usaha swasta yang dapat dikembangkan menjadi kawasan hunian terpadu berbasis konektivitas,” ungkap Zulfi Syarif Koto, Ketua Umum The HUD Institute pada kegiatan working session bertema “Hambatan dan Tantangan Serta Prospek Penyelenggaraan Kawasan Hunian Terpadu Berbasis Konektivitas dan Aksesibilitas (TOD) di Kawasan Jabodetabekpunjur di Jakarta, baru-baru ini.
Menurutnya, skema KPBU hunian diperlukan karena adanya keterbatasan anggaran dalam memenuhi kebutuhan pembiayaan pembangunan infrastruktur, sehingga diperlukan creative financing sebagai solusi selain menggunakan dana APBN.
“Kerjasama KPBU hunian ini sekaligus cara pemerintah menyediakan hunian bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) di perkotaan. Jika terlaksana, maka Stasiun Lebak Bulus akan menjadi model hunian pertama di Indonesia berbasis TOD, hasil kerjasama pemerintah dan badan usaha,” jelas Zulfi.
Seperti diketahui, Stasiun LebakBulus merupakan stasiun pertama di koridor MRT selatan – utara yang diharapkan dapat menjadi magnet bagi masyarakat penglaju dari daerah penyangga seperti Tangerang Selatan yang banyak beraktivitas di Jakarta.
Pengembangan infrastruktur di kawasan TOD Lebak Bulus meliputi integrasi dengan BRT dan MRT serta JakLingko yang memadu dalam konsep MITJ (Moda Integrasi Transportasi Jabodetabek), pengembangan transit plaza dan Poins Square, Rumah Susun Aparatur Sipil Negara (ASN) PUPR, Pasar Jumat serta berbagai bangunan baru yang sudah dan akan hadir di sekitar kawasan tersebut.
Tantangan Urbanisasi
Fitrah Nur, Direktur RumahUmum dan Komersil Direktorat Jenderal Perumahan Kementerian PUPR di kegiatan working session yang diselenggarakan oleh The HUD Institute dan Direktorat Rumah Umum dan Komersil itu mengatakan bahwa pemerintah secara serius menjawab tantangan urbanisasi di Jakarta.
Salah satunya dengan membangun TOD untukmengatasi masalah urbanisasi di perkotaan terutama untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) dan kalangan menengah. Pemerintah berharap dengan TOD akan membuat masyarakat lebih nyaman tinggal di daerah perkotaan.
”Tugas pemerintah sebagai regulator mendorong daya beli masyarakat yang belum punya rumah untuk memiliki apartemen yang aman, nyaman dan terjangkau. Jika menginginkan rumah tapak dengan harga terjangkau di tengah kota sudah tidak mungkin karena komponen harga tanah mahal,” paparnya.
Secara spesifik, lanjutnya, penguatan kebijakan pada sisi supply harus didukung oleh koordinasi kementerian/lembaga, pemerintah daerah, perbankan dan asosiasi pelaku pembangunan. Sedangkan pelaku pembangunan berperan besar dalam memenuhi kebutuhkan peningkatan demand perumahan, yang pada akhirnya berdampak positif pada pertumbuhan ekonomi nasional.
Yayat Supriatna, Wakil KetuaUmum The HUD Institute menjelaskan bahwa tugas HUD adalah menjembatani semua sisi kepentingan tersebut dengan satu konsep yang bisa dioperasionalkan dan tidak terlalu berat dengan ketentuan yang terlalu mengikat. Isu soal hak pengelolaan misalnya, harus mampu mengakomodir dua kepentingan, hunian dan transportasi. Kemudian siapa calon penghuni TOD?
“Pengguna publik transport atau bisnis penyediaan perumahan. Kalau mengacu kepada publik transport, maka pengguna publik transport rata-rata adalah generasi muda dengan kemampuan daya beli rumah yang rendah,” tambahnya.
Oleh karena itu, perlu kebijakan rumah sewa atau dukungan subsidi kepemilikan rumah. Atau melakukan konsep co-housing, dan merubah gedung-gedung perkantoran yang saat ini sepi untuk diubah sebagian hunian dan perkantoran, dengan komposisi 30:70. Untuk memanfaatkan gedung kosong di sepanjang koridor TOD di jalur utama MRT atau transportasi.
UU Perkotaan
Di kesempatan yang sama, Muhammad Joni, Wakil Ketua The HUD Institute meminta pengelolaan kawasan TOD Jabodetabekpunjur agar melibatkan lintas daerah bahkan provinsi sehingga diperlukan payung hukum yang kuat.
Menurutnya, TOD terkait tiga isu utama yakni perkotaan, perumahan, dan transportasi yang berdimensi pada kepentingan publik. Sedangkan regulasi yang ada seperti aturan Gubernur DKI Jakarta, Kementerian ATR/BPN dan Kementerian Perhubungan masih pada muatan aturan kebijakan (beleids regel).
“Solusi untuk menjawab beban perkotaan itu maka penting dan strategis serta prioritas diusulkan UU Pembangunan Perkotaan dan Perumahan. Dalam UU itu, masuk materi pengaturan pengembangan TOD dengan asas konektivitas dan aksesibilitas yang disiapkan dengan metode omnibus yang harmoni dan efektif,” sebutnya.
Joni mengatakan, pembangunan TOD bisa menjadi jurus mengatasi solusi perkotaan, perumahan dan transportasi. Tentunya, dengan menjadikan kota publik yang layak dan terjangkau bagi warga kota.
Working session yang berlangsung selama dua hari itu menghasilkan delapan rekomendasi kepada pemerintah. Diantaranya mengembangkan PRK/UDGL yang sesuai dengan konsensus semua pemangku kepentingan, TOD yang ramah bagi MBR, menciptakan mekanisme perizinan yang lebih efisien dan transparan, menerapkan land value capture sebagai basis sumber pendanaan, serta meningkatkan aksesibilitas informasi terkait kebijakan tata ruang.
Selanjutnya, menciptakan interkoneksi first mile-last mile yang andal, aman, dan nyaman serrta mewujudkan Lebak Bulus sebagai model TOD pertama di Indonesia. (aps)